Tak Mampu Beli Beras, Warga di NTT Terpaksa Makan dan Olah Ubi Beracun: Dari Pada Mati Kelaparan

Beberapa warga di Desa Woedoa, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak mampu membeli beras ataupun jagung.

Terdampak wabah virus corona, perekonomian warga menjadi morat-marit.

Demi mengisi perut yang kosong, warga Desa Woeda terpaksa memakan ubi hutan yang beracun.

Dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com sudah sekitar satu bulan terakhir, warga desa memakan bahan pangan tak lazim itu.

Kepada wartawan Kompas.com, seorang warga Desa Woeda bernama Herman Pera menceritakan pengalaman pahitnya.


"Mau beli beras, uang tidak ada, terpaksa warga cari dan makan ubi hutan untuk bisa bertahan hidup," kata Herman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/5/2020) siang.

Herman menjelaskan, sebenarnya warga memiliki ternak seperti babi dan kambing yang bisa dijual untuk sumber penghasilan.

Akan tetapi di tengah panemi Covid-19, tak ada yang mampu membeli ternak tersebu.

Herman menyebut hampir tak ada beras di sebagian rumah warga di desa itu.

Begitu juga dengan jagung, pasalnya tanaman tersebut mengalami gagal panen pada tahun ini.

Sehingga warga terpaksa makan ubi hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Herman sadar ubi hutan tersebut beracun.

Masyarakat desa memiliki teknik untuk menghilangkan kandungan racun dalam ubi tersebut.

Menurut Herman, perlu waktu beberapa hari untuk mengolah ubi itu agar layak dimakan.

Warga harus mengupas kulit ubi itu terlebih dulu. Lalu, ubi itu harus diiris tipis dan dijemur.

Setelah kering, ubi itu dicuci menggunakan air mengalir.

Ubi itu kembali dijemur hingga bagian dalamnya kering.

"Kalau sudah kering baru bisa dikonsumsi," ujar Herman.

Herman berharap, pemerintah desa dan kabupaten bisa memerhatikan nasib warga Desa Woedoa di tengah pandemi Covid-19.

Ia berharap, pandemi Covid-19 bisa berlalu agar bisa beraktivitas seperti biasa untuk mencari nafkah hidup.

Hal senada disampaikan warga lainnya, Gaspar Lara Joa.

Gaspar menyebut warga desa terpaksa mengonsumsi ubi hutan sebagai pengganti beras untuk kebutuhan sehari-hari.

"Sudah sebulan ini kami pergi cari omdo di hutan. Sampai di rumah, kami bersihkan dan jemur sampai kering. Setelah itu baru bisa makan," ungkap Gaspar.

Gaspar menyebut, ubi hutan itu adalah satu-satunya pilihan bagi warga agar tak meninggal karena kelaparan.

Ia menyebut, jagung yang jadi tanaman andalan warga desa juga gagal panen.

"Mau beli beras sudah tidak ada uang. Jagung juga tidak ada. Jadinya kita makan ubi hutan saja dari pada mati kelaparan," jelas Gaspar.

Pemulung Curi Padi untuk Isi Perut Kosong Keluarga, Polisi: Meski Dia Sakit, Tapi Tetap Cari Rongsok

Kisah menyayat hati datang dari Desa Kaliwuluh, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, Jawa Tengah.

Sekitar pukul 03.00 WIB, seorang pemulung bertubuh kurus bernama Sumardi (41) terciduk warga yang tengah ronda, mencuri padi di sawah.

Kepada Kompas.com Kapolsek Kebakkramat, AKP Agus Raino mengatakan Sumardi menyembunyikan padi hasil curian di keranjang motor bututnya.

Keranjang atau bronjongan tersebut biasanya ia isi dengan barang rongsokan, yang kini sulit didapatkan karena perkampungan banyak yang tutup di tengah pandemic virus corona.

"Aksi pelaku (Sumardi) sudah dicurigai warga yang melaksanakan ronda malam. Pelaku dihentikan dan diperiksa isi bronjong tersebut ternyata berisi padi yang baru saja dipetik atau dipotong karena masih basah," kata Agus Raino.

Warga yang kesal dengan tingkah Sumardi, membawanya ke Balai Desa Kaliwuluh untuk diserahkan ke Polsek Kebakkramat.

Saat ditanya polisi, Sumardi mengaku terpaksa mencuri padi di persawahan bukan untuk dijual, tetapi untuk mencukupi kebutuhan makan keluarga.

Kasat Reskrim Polres Karanganganyar AKP Ismanto Yuwono mengatakan, sebagai kepala keluarga, Sumardi harus memberi makan dua orang mertua, seorang istri, dan dua orang anak.

Anak bungsunya masih berusia tiga tahun.

Ismanto mengatakan Surmadi sebenarnya menderita penyakit asma, namun ia harus tetap bekerja jika tidak keluarganya akan kelaparan.

"Tidak ada yang bekerja selain dia (Sumardi). Dia juga punya penyakit asma. Jadi, meskipun dia sakit kalau tidak mencari rongsok keluarganya tidak makan," kata Ismanto dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, Kamis (23/4/2020).

Sumardi pun tidak ditahan, warga Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ini dibebaskan.

Sumardi juga mendapat bantuan paket sembilan bahan pokok (sembako) dari Polres Karanganyar berupa beras 10 kilogram, susu formula untuk balita, minyak goreng, biskuit, dan mi instan.

Sumardi Sering Pulang Mulung dengan Tangan Kosong

Sebagai seorang pemulung, penghasilan Sumardi tidak menentu.

Apalagi di tengah pandemi wabah virus corona atau Covid-19.

• Yasonna Minta Napi Asimilasi Tak Disalahkan Soal Maraknya Kejahatan, Hotman Paris: Ngomong Apa Sih

Gang-gang masuk perkampungan ditutup sehingga tidak bisa mencari rosokan.

Sebelum pandemi corona, lanjut Isman, penghasilan Sumardi dari menjual rosok rata-rata mendapat Rp 40.000 - Rp 50.000 per hari.

Uang itu hanya cukup untuk membeli beras dan susu untuk anaknya yang masih kecil.

Sejak pandemi corona, penghasilan Sumardi turun drastis.

• Yuli Wafat Diisukan Karena Kelaparan 2 Hari Tak Makan, Kebaikannya di Saat Terakhir Dibocorkan Adik

Sehari paling hanya mendapat Rp 20.000. Bahkan, tidak sama sekali.

Sumardi dan keluarga hanya makan nasi putih dan lauk berupa sambal korek.

"Ketika masuk kampung semua ditutup. Jadi tidak bisa cari rosok. Saat ini penghasilan dia maksimal Rp 20.000 per hari. Itupun kadang dapat, kadang tidak," tuturnya.

Curi Tabung Gas Karena Anak dan Istri Kelaparan, Bapak di Bogor Babak Belur hingga Tak Berani Pulang

Perut anak dan istrinya melilit menahan lapar, membuat seorang pria bernama Oma (30) berbuat nekat.

Warga Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu mencuri tabung gas di sebuah warung kelontong.

Kepada wartawan Kompas.com, Oma menceritakan kronologi peristiwa mengiris hati tersebut.

Oma mengaku sebelumnya ia adalah karyawan di salah satu pabrik sandal.

Namun pabrik tempat Oma mengantungkan nasib gulung tikar, akibat aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terkait virus corona atau Covid-19.

Tak punya uang untuk menutupi kebutuhan hidup, akhirnya niat untuk mencuri timbul dalam hati Oma.

Oma yang baru pertama kali mencuri itu terpergok pemilik warung saat sedang mengambil tabung gas.

Pemilik warung itu pun berteriak meminta tolong kepada warga sehingga membuat Oma tak bisa melarikan diri.

Akibatnya, ia terkepung kemudian dihakimi massa hingga babak belur di lokasi.

Pelaku langsung dibawa ke Polsek Tamansari beserta barang bukti.

"Sebenarnya saya enggak mau (nyuri) tapi kasihan sama anak istri belum makan. Anak ada empat," kata dia kepada wartawan.

Oma mengungkapkan, sebelum mencuri tabung gas ia sempat bertengkar hebat dan diusir dari rumah oleh istrinya, Jumat 17 April 2020.

• Ibu di Cianjur Wafat Terinfeksi Corona Sesaat Setelah Lahiran, Nasib Bayi Kembarnya Mengiris Hati

Tak tahan dengan ocehan istri dan tangisan sang anak membuatnya putus asa.

"Awalnya bertengkar sama istri gara-gara disuruh cari uang kalau enggak pulangnya dimarahin terus, akhirnya terpaksa ngambil tapi saya sempat ragu juga waktu itu. Ngambil enggak ngambil enggak, akhirnya ngambil dan ini baru pertama kali," ungkapnya.

"Tiga minggu enggak kerja pabrik tutup karena virus (corona) itu jadi terpaksa (mencuri) juga dan tabung gas sudah dibalikin lagi, saya sempat lari waktu itu karena terpojok akhirnya ditangkap dan dipukulin massa," imbuhnya.

Oma mengaku sampai hari ini tidak berani pulang menemui istri dan empat anaknya di Kecamatan Tamansari, karena belum memiliki uang.

• Pajang Foto Vanessa Angel Pakai Lingerie, Bibi Ungkap Kesulitan Ekonomi: Ada Aja Temen yang Berbagi

Dia pun terpaksa harus tinggal bersama orangtuanya di Kecamatan Cijeruk.

Polisi Lakukan Pengecekan

Kapolsek Tamansari Ipda Kusnadi membenarkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di Kampung Cimanglit, RT 004/RW 001, Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (17/4/2020).

Kusnadi mengatakan bahwa pria tersebut tinggal bersama istri dan empat anaknya.

Kondisi kesulitan ekonomi dan kebutuhan hidup memaksanya untuk pertama kali mencuri.

• 40 Ucapan Sambut Ramadhan 1441 H, Pas Dikirim untuk Keluarga yang Tak Bisa Mudik Karena Corona

Awalnya, lanjut dia, polsek mendapat laporan pencurian kemudian memerintahkan untuk mengecek kediaman pria tersebut dan mencari tahu kondisi sebenarnya.

Setelah diperiksa, keterangan pria tersebut ternyata benar adanya hingga akhirnya polisi memanggil kedua orangtua pelaku.

"Iya benar (pencurian) tapi itu sudah diserahkan ke keluarganya. Latar belakang kasus ini setelah kita periksa si pelaku lapar setelah di PHK karena corona dan bingung mau cari makan ke mana," ujar dia.

Namun, saat akhirnya tertangkap dan ketahuan mencuri, pria tersebut dimaafkan oleh korban dan bahkan diberi bantuan.

Menurutnya, korban atas nama Kokom merasa iba melihat seorang bapak-bapak mencuri karena lapar, bahkan ia tak tega memperkarakan ke pihak kepolisian.

• Bisnis Terdampak Corona, Ruben Onsu Ungkap Keuangan Keluarga: Sampai Betrand dan Thalia Kuliah Aman

"Secara persuasif kita panggil keluarganya karena pelaku ini kan baru di PHK juga. Jadi akhirnya ada kesepakatan antara korban dan pelaku ini. Korban (Kokom) bahkan ngasih sembako karena merasa iba melihat pelaku ini di PHK, jadi enggak diperpanjang lagi kasusnya dan sudah selesai, pelaku juga udah aman di rumah ibunya," bebernya

Belum ada Komentar untuk "Tak Mampu Beli Beras, Warga di NTT Terpaksa Makan dan Olah Ubi Beracun: Dari Pada Mati Kelaparan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel